Rabu, 10 Februari 2010

Suku Dayak Ketungau Sekadau


Perjalanan Sejarah Suku Dayak Ketungau Sekadau

Oleh: Yovinus Putika,M.Si.


Berbeda dengan sejarah perpindahan kelompok besar etnis yang tergabung dalam kelompok ibanic group, kelompok dayak ketungau sekadau memiliki sejarah tersendiri, dan yang menarik tidak ada satu cerita/sejarah apapun yang memberikan gambaran informasi bahwa masyarakat ketungau sekadau berasal dari Temawai tampun Juah seperti halnya yang dimiliki oleh kelompok-kelompok etnis ibanic lain seperti mualang, ketungau sintang, seberuang, iban, dan kantuk. Hal ini dikuatkan dengan cerita lisan masyarakat ketungau sekadau yang menceritakan bahwa asal-usul mereka berasal dari suatu tempat yang bernama "Labai Lawai" seperti yang terdapat pada sebutan masyarakat Taman Sekado yakni Labe Lawe.

Jika dilihat dari segi geografis juga kelompok ketungau sekadau termasuk dalam kelompok ibanic group yang terletak paling hilir karena beberapa kampungnya terletak hingga di kab. Sanggau yakni Nanga Biang. Bahkan informasi terbaru menyebutkan bahwa kelompok ketungau sekadau berasal dari perbatasan antara ketapang dan Kab. Sanggau bahkan diperkirakan awalnya datang dari daerah sukalanting saat ini. Hal ini terlihat dari beberapa aksen yang menunjukkan kemiripan dengan kab. ketapang seperti ucapan "te" dalam setiap akhir pernyataan ataupun pernyataan, misalnya "Namo Te?" atau "Mbieh te", jika dilihat dari hal itu maka ada kemiripan dengan beberapa pengucapan dalam bahasa ketapang. Hal ini akan menjadi pertimbangan kembali bagi segenap pengamat dan para penulis bahwa asal-usul bangsa ibanic berasal dari Tampun Juah.

Melihat usia dari beberapa tembawang (bekas pemukiman) masyarakat Dayak Ketungau yang ada di kab. sekadau, maka dapat diperkirakan bahwa suku ketungau sekadau dapat dikategorikan sebagai penghuni baru di kab. sekadau (tidak lebih dari 300 tahun) ini berarti bahwa pada saat itu indonesia sedang dalam masa penjajahan Belanda. Hal ini teridentifikasi dari sebutan "Biajuk" yang diperkirakan sebutan masa lalu bangsa dayak terhadap belanda. Maka dapat diperkirakan perpindahan suku dayak ketungau ke sekadau untuk menghindari kontak dengan penjajahan Belanda. Hal ini dikarenakan Sukalanting (Labai Lawai) letaknya tidak jauh dari Pontianak. Hal lain yang menjadi kemungkinannya juga adalah bahwa "Biajuk" merupakan sebutan bagi pendatang baru dari Cina yang saat itu gencar mengeksplorasi kekayaan tambang Kalimantan yang mendesak lingkungan kehidupan mereka.

Pernyataan umum bahwa masyarakat Dayak berasal dari daerah pedalaman sesungguhnya adalah sebuah penyesatan sejarah. Yang sebenarnya terjadi adalah masyarakat dayak semuanya pada awalnya merupakan penghuni wilayah-wilayah pantai, yang akhirnya terdesak oleh bangsa-bangsa lain yang tiba lebih belakangan. Begitu juga dengan masyarakat dayak ketungau sekadau, mereka diperkirakan berasal dari daerah-daerah yang saat ini merupakan wilayah pontianak, dan kubu raya, bahkan ketapang. Masyarakat Ketungau Sekadau bukan merupakan kelompok asli yang diidentifikasikan sebagai kelompok ibanik group. Kelompok ketungau sekadau merupakan percampuran antara 3 sub etnis yakni Mualang, Benawas, dan Etnis baru yang bermigrasi dari daerah sukalanting tersebut. Seperti sebuah kebiasaan masa lalu, jika suatu kelompok masyarakat diterima oleh kelompok etnis yang telah lama menghuni wilayah tersebut, maka kelompok yang baru wajib untuk menyesuaikan diri dengan kelompok yang sudah ada, bahkan kebudayaan dan hukum-hukum adat juga wajib untuk menyesuaikan diri. percampuran bahasa dan kebudayaan tersebut akhirnya melahirkan sebuah masyarakat baru yang saat ini dikenal dengan nama ketungau sekadau. dan faktanya, perkampungan-perkampungan orang-orang ketungau berada di sekitar perkampungan kelompok etnis mualang dan benawas.

Dengan sejarah perjalanan yang begitu panjang dan unik tersebut maka para pemerhati kebudayaan dan sejarah bangsa-bangsa Dayak di kalimantan dapat menjadikannya sebagai bahan kajian yang menarik. Jika dilihat Perkampungan-perkampungan ketungau yang masih asli dan menjaga eksistensi kebudayaannya, Hal yang menarik yang dapat ditemui adalah bahwa suku ketungau sekadau, tidak memiliki hal-hal yang ekslusif seperti yang terdapat dalam etnis-etnis besar lain. Hal yang tampak adalah berbagai karakter budaya yang menunjukkan adanya indikasi-indikasi percampuran. jika kita bandingkan dengan etnis dayak lain seperti iban, kantuk, Kayaan dan suhaid, maka dalam masyarakat dayak ketungau tidak mnunjukkan ciri sebagai sebuah kelompok yang eksklusif, bahkan kebanyakan diantaranya seperti tidak memiliki sebuah identitas yang khas.

Karena hal-hal tersebut kita tidak mengenal adanya tarian-tarian yang menunjukkan identitasnya sebagai "milik asli suku dayak ketungau sekadau" begitu juga dengan alat musik, cerita lisan, motif-motif/ukiran-ukiran, dan produk hukum yang menjadi ciri utamanya. Tulisan ini sekalian menggugah rekan-rekan ketungau sekadau sekalian untuk lebih giat dalam kegiatan-kegiatan, penelusuran, penelitian dan identifikasi terhadap identitas dan sejarah masyarakat ketungau sekadau agar tidak ketinggalan terhadap berbagai ketertinggalan dan klaim-kaim identita dan sejarah dari pihak lain.

Mengenal Suku dayak Ketungau Kabupaten Sekadau


Suku Dayak Ketungau
Oleh: Yovinus
Suku Dayak Ketungau merupakan salah satu sub-Ibanic yang terbagi dalam beberapa pembagian lagi berdasarkan wilayah dan asal usul keturunannya. Jika berbicara tentang Suku Ketungau maka anggapan orang bahwa sub kelompok etnis Dayak tersebut adalah penghuni beberapa kecamatan yang ada di Kab.Sintang saja, seperti Ketungau Hulu, Ketungau Tengah dan Ketungau Hilir. Hal ini karena status mereka sebagai purih/keturunan asli dari Kelompok ketungau ini.

Suku Lain yang juga mendapat sebutan ini adalah Suku Ketungau yang menghuni wilayah
Kabupaten Sekadau. Berdasarkan cerita dan asal-usulnya ketungau sekadau atau yang dikenal dengan nama ketungau sesat ini adalah kelompok yang terpisah dari kelompok ketungau yang ada di Kab.Sintang. Hal ini karena adanya beberapa kesamaan dalam ciri-ciri kebudayaan, kemiripan bahasa dan tentu saja kesamaan nama dari kedua kelompok etnis tersebut. Berdasarkan penuturan-penuturan yang disampaikan oleh para tetua masyarakat Dayak ketungau di Kabupaten Sekadau, keterpisahan itu disebabkan oleh gangguan yang dilakukan oleh roh-roh halus yang mengganggu pemukiman masyarakat Ketungau di masa itu.

Namun jika ditilik dari aspek geografis, jalan persebaran dan beberapa kebudayaan esensial yang dimiliki oleh kedua etnis tersebut, maka akan ditemukan bahwa secara ilmiah kelompok etnis Dayak ketungau Sekadau bukanlah bagian dari suku ketungau yang ada di Sintang.
Beberapa informasi yang disampaikan oleh masyarakat ketungau yang ada di Kab.Sintang bahwa ketungau sesat yang menjadi versi mereka bukanlah yang terdapat di Kab.Sekadau namun masih berada di wilayah Kab. sintang juga,,yakni yang berada di sekitar kota sintang, hidup di antara komunitas-komunitas ibanic lainnya seperti Desa Seberuang dan mualang. Hal lain yang membuatnya berbeda adalah kecenderungan orang pada masa lalu untuk menyebutkan beberapa etnis di sekadau sebagai etnis yang tersesat dari rombongan utama seperti Ketungau Sesat, Taman Sesat, Sawai Sesat, dan ada beberapa lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya beberapa komunitas tersebut untuk mempertahankan jati dirinya sebagai sebuah etnis yang berbudaya.

Dengan jumlah sekitar 28.000 jiwa dan menjadi penghuni 46 kampung di 3 Kecamatan Sekadau yakni, Sekadau Hulu, Sekadau Hilir, dan Belitang Hilir, maka kelompok ketungau Sekadau merupakan salah satu kelompok sub etnis dayak besar di Kab Sekadau. Kelompok ketungau sekadau/ketungau sesat ini sebagian besar menghuni kampung kampung yang berada di sekita Kota Sekadau di 4 penjurunya, mulai dari kota sekadau menuju jalur jalan sanggau, jalan rawak, jalan sintang dan seberang kapuas. Sebagian besar di antaranya bermata pencaharian sebagai petani ladang, dan sawit (untuk daerah-daerah yang dimasuki perkampungan sawit) dan sebagian kecil telah menempuh pendidikan hingga bekerja di lembaga-lembaga formal dan pejabat daerah.

Penulis tidak sependapat dengan istilah "sesat" yang melekat pada nama suku ketungau yang menghuni kab.sekadau, hal ini karena cenderung membuat "image yang rendah" karena masyarakat ketungau sesat yang sekarang menghuni kab. sekadau sendiri tidak mengetahui siapa saudara yang terpisah dengan mereka tersebut, lagipula masyarakat ketungau yang ada di sintang sendiri tidak menyebut diri mereka sebagai ketungau asli namun ketungau saja. Kesalahan fatal justru sebenarnya terletak pada masyarakat ketungau sesat itu sendiri karena mereka secara tidak ilmiah kemudian mencari kelompok ketungau yang disebut asli tersebut dan langsung menyebut ketungau yang ada di sintang sebagai kelompok ketungau yang asli.
Sebetulnya hal-hal tersebut tidak pernah menjadi permasalahan, hanya berusaha untuk membuka pemikiran sekian pemerhati budaya untuk memahami situasi yang sebenarnya karena sejarah perpisahan ketungau sesat dan asli hanya berdasarkan cerita-cerita lisan yang tidak dapat dijadikan sebagai bukti-bukti ilmiah yang sah. Hal ini penting untuk sekedar memperjelas identitas suatu keompok etnis agar kelompok etnis ketungau Sekadau memiliki jati diri yang tetap dan jelas tanpa harus terus mengidentifikasikan diri dengan kelompok lain yang secara faktual tidak memiliki keterkaitan keluarga secara langsung.

Salam Budaya