Suku Dayak Ketungau
Oleh: Yovinus
Oleh: Yovinus
Suku Dayak Ketungau merupakan salah satu sub-Ibanic yang terbagi dalam beberapa pembagian lagi berdasarkan wilayah dan asal usul keturunannya. Jika berbicara tentang Suku Ketungau maka anggapan orang bahwa sub kelompok etnis Dayak tersebut adalah penghuni beberapa kecamatan yang ada di Kab.Sintang saja, seperti Ketungau Hulu, Ketungau Tengah dan Ketungau Hilir. Hal ini karena status mereka sebagai purih/keturunan asli dari Kelompok ketungau ini.
Suku Lain yang juga mendapat sebutan ini adalah Suku Ketungau yang menghuni wilayah
Kabupaten Sekadau. Berdasarkan cerita dan asal-usulnya ketungau sekadau atau yang dikenal dengan nama ketungau sesat ini adalah kelompok yang terpisah dari kelompok ketungau yang ada di Kab.Sintang. Hal ini karena adanya beberapa kesamaan dalam ciri-ciri kebudayaan, kemiripan bahasa dan tentu saja kesamaan nama dari kedua kelompok etnis tersebut. Berdasarkan penuturan-penuturan yang disampaikan oleh para tetua masyarakat Dayak ketungau di Kabupaten Sekadau, keterpisahan itu disebabkan oleh gangguan yang dilakukan oleh roh-roh halus yang mengganggu pemukiman masyarakat Ketungau di masa itu.
Namun jika ditilik dari aspek geografis, jalan persebaran dan beberapa kebudayaan esensial yang dimiliki oleh kedua etnis tersebut, maka akan ditemukan bahwa secara ilmiah kelompok etnis Dayak ketungau Sekadau bukanlah bagian dari suku ketungau yang ada di Sintang. Beberapa informasi yang disampaikan oleh masyarakat ketungau yang ada di Kab.Sintang bahwa ketungau sesat yang menjadi versi mereka bukanlah yang terdapat di Kab.Sekadau namun masih berada di wilayah Kab. sintang juga,,yakni yang berada di sekitar kota sintang, hidup di antara komunitas-komunitas ibanic lainnya seperti Desa Seberuang dan mualang. Hal lain yang membuatnya berbeda adalah kecenderungan orang pada masa lalu untuk menyebutkan beberapa etnis di sekadau sebagai etnis yang tersesat dari rombongan utama seperti Ketungau Sesat, Taman Sesat, Sawai Sesat, dan ada beberapa lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya beberapa komunitas tersebut untuk mempertahankan jati dirinya sebagai sebuah etnis yang berbudaya.
Dengan jumlah sekitar 28.000 jiwa dan menjadi penghuni 46 kampung di 3 Kecamatan Sekadau yakni, Sekadau Hulu, Sekadau Hilir, dan Belitang Hilir, maka kelompok ketungau Sekadau merupakan salah satu kelompok sub etnis dayak besar di Kab Sekadau. Kelompok ketungau sekadau/ketungau sesat ini sebagian besar menghuni kampung kampung yang berada di sekita Kota Sekadau di 4 penjurunya, mulai dari kota sekadau menuju jalur jalan sanggau, jalan rawak, jalan sintang dan seberang kapuas. Sebagian besar di antaranya bermata pencaharian sebagai petani ladang, dan sawit (untuk daerah-daerah yang dimasuki perkampungan sawit) dan sebagian kecil telah menempuh pendidikan hingga bekerja di lembaga-lembaga formal dan pejabat daerah.
Penulis tidak sependapat dengan istilah "sesat" yang melekat pada nama suku ketungau yang menghuni kab.sekadau, hal ini karena cenderung membuat "image yang rendah" karena masyarakat ketungau sesat yang sekarang menghuni kab. sekadau sendiri tidak mengetahui siapa saudara yang terpisah dengan mereka tersebut, lagipula masyarakat ketungau yang ada di sintang sendiri tidak menyebut diri mereka sebagai ketungau asli namun ketungau saja. Kesalahan fatal justru sebenarnya terletak pada masyarakat ketungau sesat itu sendiri karena mereka secara tidak ilmiah kemudian mencari kelompok ketungau yang disebut asli tersebut dan langsung menyebut ketungau yang ada di sintang sebagai kelompok ketungau yang asli.
Sebetulnya hal-hal tersebut tidak pernah menjadi permasalahan, hanya berusaha untuk membuka pemikiran sekian pemerhati budaya untuk memahami situasi yang sebenarnya karena sejarah perpisahan ketungau sesat dan asli hanya berdasarkan cerita-cerita lisan yang tidak dapat dijadikan sebagai bukti-bukti ilmiah yang sah. Hal ini penting untuk sekedar memperjelas identitas suatu keompok etnis agar kelompok etnis ketungau Sekadau memiliki jati diri yang tetap dan jelas tanpa harus terus mengidentifikasikan diri dengan kelompok lain yang secara faktual tidak memiliki keterkaitan keluarga secara langsung.
Salam Budaya
Suku Lain yang juga mendapat sebutan ini adalah Suku Ketungau yang menghuni wilayah
Kabupaten Sekadau. Berdasarkan cerita dan asal-usulnya ketungau sekadau atau yang dikenal dengan nama ketungau sesat ini adalah kelompok yang terpisah dari kelompok ketungau yang ada di Kab.Sintang. Hal ini karena adanya beberapa kesamaan dalam ciri-ciri kebudayaan, kemiripan bahasa dan tentu saja kesamaan nama dari kedua kelompok etnis tersebut. Berdasarkan penuturan-penuturan yang disampaikan oleh para tetua masyarakat Dayak ketungau di Kabupaten Sekadau, keterpisahan itu disebabkan oleh gangguan yang dilakukan oleh roh-roh halus yang mengganggu pemukiman masyarakat Ketungau di masa itu.
Namun jika ditilik dari aspek geografis, jalan persebaran dan beberapa kebudayaan esensial yang dimiliki oleh kedua etnis tersebut, maka akan ditemukan bahwa secara ilmiah kelompok etnis Dayak ketungau Sekadau bukanlah bagian dari suku ketungau yang ada di Sintang. Beberapa informasi yang disampaikan oleh masyarakat ketungau yang ada di Kab.Sintang bahwa ketungau sesat yang menjadi versi mereka bukanlah yang terdapat di Kab.Sekadau namun masih berada di wilayah Kab. sintang juga,,yakni yang berada di sekitar kota sintang, hidup di antara komunitas-komunitas ibanic lainnya seperti Desa Seberuang dan mualang. Hal lain yang membuatnya berbeda adalah kecenderungan orang pada masa lalu untuk menyebutkan beberapa etnis di sekadau sebagai etnis yang tersesat dari rombongan utama seperti Ketungau Sesat, Taman Sesat, Sawai Sesat, dan ada beberapa lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya beberapa komunitas tersebut untuk mempertahankan jati dirinya sebagai sebuah etnis yang berbudaya.
Dengan jumlah sekitar 28.000 jiwa dan menjadi penghuni 46 kampung di 3 Kecamatan Sekadau yakni, Sekadau Hulu, Sekadau Hilir, dan Belitang Hilir, maka kelompok ketungau Sekadau merupakan salah satu kelompok sub etnis dayak besar di Kab Sekadau. Kelompok ketungau sekadau/ketungau sesat ini sebagian besar menghuni kampung kampung yang berada di sekita Kota Sekadau di 4 penjurunya, mulai dari kota sekadau menuju jalur jalan sanggau, jalan rawak, jalan sintang dan seberang kapuas. Sebagian besar di antaranya bermata pencaharian sebagai petani ladang, dan sawit (untuk daerah-daerah yang dimasuki perkampungan sawit) dan sebagian kecil telah menempuh pendidikan hingga bekerja di lembaga-lembaga formal dan pejabat daerah.
Penulis tidak sependapat dengan istilah "sesat" yang melekat pada nama suku ketungau yang menghuni kab.sekadau, hal ini karena cenderung membuat "image yang rendah" karena masyarakat ketungau sesat yang sekarang menghuni kab. sekadau sendiri tidak mengetahui siapa saudara yang terpisah dengan mereka tersebut, lagipula masyarakat ketungau yang ada di sintang sendiri tidak menyebut diri mereka sebagai ketungau asli namun ketungau saja. Kesalahan fatal justru sebenarnya terletak pada masyarakat ketungau sesat itu sendiri karena mereka secara tidak ilmiah kemudian mencari kelompok ketungau yang disebut asli tersebut dan langsung menyebut ketungau yang ada di sintang sebagai kelompok ketungau yang asli.
Sebetulnya hal-hal tersebut tidak pernah menjadi permasalahan, hanya berusaha untuk membuka pemikiran sekian pemerhati budaya untuk memahami situasi yang sebenarnya karena sejarah perpisahan ketungau sesat dan asli hanya berdasarkan cerita-cerita lisan yang tidak dapat dijadikan sebagai bukti-bukti ilmiah yang sah. Hal ini penting untuk sekedar memperjelas identitas suatu keompok etnis agar kelompok etnis ketungau Sekadau memiliki jati diri yang tetap dan jelas tanpa harus terus mengidentifikasikan diri dengan kelompok lain yang secara faktual tidak memiliki keterkaitan keluarga secara langsung.
Salam Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar